Rabu, 18 Mei 2011

Gizi Kurang


Gizi Kurang
By
Fauzi ‘Arasj

Kejadian gizi kurang (malnutrition) disebabkan oleh interaksi dari  ketidak-cukupan asupan zat gizi dan adanya penyakit infeksi, serta faktor lain yang mempengaruhinya seperti keamanan pangan tingkat rumah tangga, perawatan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan dan lingkungan, pendidikan, ekonomi dan politik. (17,29-31)  Menurut Sukirman, sekitar 30% bayi, anak balita, remaja, dewasa dan manula di dunia menderita kurang gizi, yang disebabkan oleh karena kurangnya asupan zat gizi makro dan gizi mikro, pada waktu yang sama dunia juga menghadapi masalah gizi lebih.(32) Pada tahun 2006 ditemukan jumlah anak yang kurang gizi di dunia, lebih dari 160 juta dan lebih dari setengahnya (90 juta) berada di Asia Selatan.(33) Prevalensi anak berstatus gizi kurang di Afrika tahun 1997 lebih dari 30%.(34) Pada tahun 2000, ditemukan anak pendek dibawah usia 5 tahun di kawasan sub sahara Afrika mencapai 42%,(35)  dan angka anak pendek di India dan Banglades jumlahnya lebih tinggi dari negara negara miskin di Sub Sahara.(36) Diproyeksikan prevalensi gizi kurang di dunia akan menurun dari 26,5% pada tahun 1990 menjadi 17,6% pada tahun 2015. Anak yang menderita gizi kurang dengan asumsi akan terganggu pertumbuhannya diperkirakan akan turun dari 163,8 juta pada tahun 1990 menjadi 113,4 juta pada tahun 2015.(37)    Kondisi ini merupakan gambaran besaran masalah gizi pada anak balita di dunia saat ini, yang secara langsung berdampak terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan anak dimasa datang.(38)
Pertumbuhan yang paling cepat terjadi pada masa janin yang mencapai 0,5-2,5 sentimeter/minggu, diikuti saat masih bayi hingga tahun pertama kehidupan dengan rerata penambahan  panjang badan pertahun mencapai  23-28 sentimeter, pada usia antara 1-4 tahun terjadi pertambahan tinggi badan sebesar 6 – 13 sentimeter,  pada saat memasuki usia pra-sekolah dan usia sekolah pertumbuhan berlangsung lebih lambat dan akan meningkat kembali pada saat memasuki umur remaja.(39,40) 
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, maupun organ individu (otak), yang bisa diukur dengan ukuran berat (seperti gram, pound, kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter dll), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh),(38,41) dan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pertambahan berat dan tinggi/panjang anak dan indikator ini dapat diikuti dari waktu ke waktu kapan terjadinya penyimpangan (penurunan) pertambahan berat atau tinggi/panjang badan anak.(32)   Ada 2 phase pertumbuhan yaitu masa numeric/fase proliferik dan phase hyperthrofik.  Masa numerik/fase proliferik menentukan hasil akhir pertumbuhan seluler setelah menjadi dewasa, kurang gizi pada masa ini akan menyebabkan jumlah sel jaringan menjadi defisit terhadap jumlah maksimum yang dapat dicapai menurut kapasitas keturunan dan tidak dapat dikejar kembali, walau dengan penyediaan gizi yang makin baik, sebaliknya gangguan gizi pada phase hypertopik dapat dikejar kembali  bila penyediaan gizi kemudian dapat di perbaiki sehingga akan dapat mengejar ketinggalannya.(42)
Kejadian kurang gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan terjadi pada seluruh kelompok umur,  yang  dapat mempengaruhi status gizi pada periode kehidupan berikutnya. Usia yang paling rawan untuk terjadinya  gizi kurang adalah sewaktu usia balita karena tingginya ketergantungan anak terhadap orang tua,  berakibat pada terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan anak, anak akan pendek dan kecil secara fisik, juga tertinggal perkembangan kecerdasan dan mental emosionalnya.(17,43-44) 
Gangguan pertumbuhan pada anak sudah mulai terjadi sejak usia dini, pada bulan kedua kehidupan.  Rata-rata kecepatan gangguan pertumbuhan pada anak usia 0-5 bulan adalah 0,2 SD perbulan, anak usia 6-11 bulan mencapai -0,1 SD perbulan, pada kelompok usia 12-17 bulan dan kelompok 18-23 bulan sebesar -0,05 SD perbulan.(43,45) Hasil studi di Indramayu pada tahun 2007 menemukan 66,1% bayi usia 4-7 bulan telah menderita anemia dan 47,9% menderita kekurangan seng.(46) Data dasar program pertumbuhan anak dini usia di 3 propinsi menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang pada kelompok usia 6-23 bulan yaitu  19,9% (Bali), 32,0% (Jawa Barat) dan 36,8% (Sulawesi Selatan). Data  Lembaga Demografi UI di 7 Propinsi tahun 1997-1998, menunjukkan prevalensi gizi kurang (skore-z < - 2 SD BB/U) pada kelompok usia 6-17 bulan mencapai 4,0% dan pada kelompok 6-23 bulan mencapai 3,5%,  hampir 23,2% bayi usia 6-11 bulan menderita gizi kurang dan 46,4% terjadi pada anak usia 12-17 bulan.(47)
Kegagalan  pertumbuhan pada umumnya sudah terjadi pada tahun pertama kehidupan seorang anak dan hal ini erat kaitannya dengan kekurangan konsumsi zat gizi mikro dan adanya penyakit infeksi, kegagagalan pertumbuhan yang terjadi setelah tahun kedua, membutuhkan suatu intervensi yang sesuai dan efektif untuk mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.  Stunted ( pertambahan tinggi badan anak  tidak sesuai dengan umur, sehingga anak tidak mencapai garis pertumbuhan normal) sudah mulai terjadi sejak anak berumur 3 bulan, prosesnya berlangsung secara perlahan hingga anak berumur 3 tahun.(48,49) Stunted disebabkan oleh karena kekurangan gizi kronik pada 2 tahun pertama kehidupan anak,(50) serta rendahnya kondisi kesehatan tulang,(51) serta tidak cukupnya konsumsi makanan atau karena rendahnya kemampuan tubuh untuk mengabsorpsi energi, protein dan mikronutrien.(52) Faktor Genetik seperti  bentuk tinggi dan berat orang tua merupakan cetak biru pertumbuhan anak berikutnya, di samping faktor lain seperti jenis kelamin, umur, pertumbuhan awal dan kesehatan.(53) Semua temuan ini di samping menggambarkan besaran masalah gizi kurang, juga memperkuat pendapat yang menyatakan kejadian kurang gizi sudah terjadi sejak usia dini yang akan berdampak terhadap terganggunya pertumbuhan anak pada masa berikutnya.

Kepustakaan
1.  Schmid MK, Muslimatun S, West CE, Schultink WS, Gross R,  Hautsvast JGAJ. Nutritional Status and Linier Growth of Infant in West Java Are Determinant More by Prenatal Environment Then by Postnatal Factors. J.Nutr. 2002;132:2202-207. unduh 26 desember 2009
2.  Atmarita. Nutrition Problems In Indonesia. The Article for An Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases. Gajah Mada University, 19 – 20 March, 2005
3.  Handayani M. Pertumbuhan Linier Anak Sekolah Dasar Yang Stunted dan Tidak Stunted  Serta Faktor Yang Mempengaruhinya di Kota Yogyakarta. Program Studi IKM. Program Pascasarjana, Universitas Gajahmada. Thesis, Gama Yogyakarta, 2003.  unduh 26 desember 2009
4.  Arasj F, Usman, Mourbas I, Kesmiyetti, Zulkifli. Laporan Penelitian, Pemantauan Status Gizi Balita Sumatera Barat Tahun 2002.  Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Padang  2002
5.  Arasj F, Agus Z,  Amos J, Halim B. Laporan Penelitian,  Pemantauan Status Gizi Balita Sumatera Barat Tahun 2004.  Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Padang  2004
6.  Mercy Corps. Baseline Assessment Results. Sumatra Healthy Schools Program (SHSP) in Indonesia. 2005
7.  Departemen Kesehatan RI. Status Gizi Nasional, Riset Kesehatan Dasar 2007. www.gizi.net/ unduh 26 desember 2009
8.  Semba R, Pee SD, Kai Sun, Sari M, Akhter  N, Bloem M W. Effect of Parental Formal Education on Risk of Child Stunted in Indonesia and Bangladesh: a Cross-sectional study. The Lancet. 2008;371: p 322-328. Unduh 26 Desember 2009
9.  James T, Valery K, Wise V, Staatz J, LINACS Reasearch team. Linkages Between Child Nutrition and Agricultureal in Mali. Polecy Synthesis, 2003; 64
10.  Departement of Cencus and Statistics Sri lanka. Nutritional Status of Pre School Children In Sri Langka. 2000
11.  Nuryati S. 37 Persen anak Indonesia Kerdil. Pascasarjana Gizi masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. unduh 26 desember 2009
12.  Departemen Komunikasi dan Informatika.  36,7 Persen Balita di Indonesia Alami Stunting atau Pendek. Kominfo Newsroom, Badan Informasi Publik. 2005. unduh 26 desember 2009
13.  Dinas Kesehatan Kabupaten Agam. Data Laporan Penimbangan Masal anak balita melalui PIN di Puskesmas Pekan Kamis. Pekan Kamis, Maret 2006
14.  Pradono J. Prevalence and care for diarrhea among children under five years of age. http://digilib.litbang.depkes.go.id/ . unduh, 12 agustus 2008
15.  Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta, 2007. http://www.depkes.go.id  Unduh 16 gustus 2008
16.  Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta, 2008. Unduh 12 Januari 2010
17.  Azwar A. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan Masa Datang. Jakarta. 2004. Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya. Jakarta, 27 September 2004
18.  Zaidan NA, Samsuddin Y, Ibrahim A, dkk.  Makanan, wujud, variasi dan fungsi serta cara penyajiannya di daerah sumatera barat.  Depdiknas, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi  Kebudayaan daerah. Padang, 1984/1985
19.  Dinas Peternakan Sumatera Barat. Profil Hasil Peternakan Sumatera Barat, Padang. 2003
20.  Dinas Peternakan Sumatera Barat.  Pengolahan dadih sebagai makanan probiotik spesifik sumatera. barat. http://www.disnakSumatera Barat.org  unduh 11 August, 2008,
21.  Surono IS. The effect of freezing methods on viability alpha galactosidase activity and binding property towards Trp-P1 of dadih lactic bacteria. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 2003; 8:1
22.  Surono IS. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI. Jakarta. 2004
23.  WHO-FAO. Health and Nutrition Properties of Probiotik in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Report of a Joint FAO/WHO Expert Consultation.. In Probiotik in food Health and nutritional properties and guidelines for evaluation. Roma, 2006
24.  Widodo S, Wahyuni E. Bioenkapsulasi Probiotik ( L Casei) dengan Pollard dan Tepung Terigu serta Pengaruhnya Terhadap Viabilitas dan LajuPengasaman. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 2003; 14(2)
25.  Vendt N, Grunberg H, Ture T, Malminiemi O, Wuolijioki E, Tillmann V, et all. Growth During The First 6 Months Of Life In Infants Using Formula Enriched With Lactobacillus Rhamnosus Gg: Double-Blind, Randomized Trial. J Hum Nutr Dietet. 2006:19; p. 51–58
26.  Valeur N, Engel P, Carbajal N, Connolly E, Ladefoged K. Colonization and Immunomodulation by lactobacillus reuteri atcc 55730 in The Human Gastrointestinal Tract. Applied and environmental microbiology. 2004; 70(2): p. 1176–1181
27.  Messaoudi DF, Berger CN, Polter MHC, Moal VL, Servin AL. ph-, Lactic Acid-, and Non-Lactic Acid-Dependent Activities Of Probiotic Lactobacilli Against Salmonella Enterica Serovar Typhimurium. Applied And Environmental Microbiology. 2005; 71(10): p. 6008–6013
28.  Roller M, Rechkemmer G, Watzl B. Prebiotic Inulin Enriched with Oligofructose in Combination with the Probiotics Lactobacillus rhamnosus and Bifidobacterium lactis Modulates Intestinal Immune Functions in Rats. J. Nutr. 2004; 134: 153–156
29.  Tina Shangvi.  Nutrition Essentsial. WHO, 1999  www.basic.org
30.  Notoatmodjo S. Pengantar ilmu perilaku kesehatan, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat. FKM-UI, Jakarta  1985
31.  Sukirman, Latham.  Gizi Indonesia, 1993; 18(1 / 2): p 29-44
32.  Sukirman. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi makro di Indonesia. www.gizi.net
33.  Goulet O, Lebenthal E, Branski D, et all. Nutritional Solution to Major Health Problem of Preschool Children: How To Optimise Growth and Development.  Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2006;43(12):S1-S3
34.  Ramalingaswami, Jonsson VU, Rohde J. Malnutrition: A South Asian Enigma, in Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia  tahun 1997, p 11-22
35.  Hautsvast JLA, Tolboom JJL, Emmanuel MK, Rosemary MM, Victor M. et all. Severe Linier Growth Retardation in Rural Zambian Children: The Influence of Biological  Variables.  Am J Clin Nutr 2000; 71:550-59.  unduh Oktober 5, 2006
36.  Sachdev HPS.  Low Birth Weight in South Asia. In Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia.1997, p 23-50
37.  Onis M, Monica B, Elaine B, et all. Estimates of Global Prevalence of Childhood Underweight in 1990 and 2015. JAMA, 2004; 291(2)
38.  Soetjiningsih. Tumbuh kembang Anak. EGC, Jakarta 1998
39.  Kessler DB, Baker SS, Silverman LA. Growth Assessment and Growth Failure: Overview and Role of Nutrition
40.  Krebs, NF. Bioavailability of Dietary Supplements and Impact of Physiologic Statte: Infant, Childrn and Adolescents. J Nutr 2001;131: 1351S-1354S
41.  Frank Aiello, Thomas Montgomery.  Growth and Development.  http://www.chkd.org  Unduh, Nov 2006
42.  Soediautama AD. Peranan Ilmu Gizi Dalam Pembangunan manusia Indonesia dan Pendidikan Ahli Gizi yang Diperlukan, Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar tetap dalam Ilmu Gizi pada FK-UI, Jakarta 1988, p3-4)
43.  Jahari  AB, Sandjaja, Sadiman S, Sukirman, Jusat I, et all. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis (Analisis data antropometri Susena 1989-1999). Wydia Karya Pangan dan Gizi VII. Jakarta, Lipi 2000
44.  Satoto, Yulvita, Atmarita, Abas basuni. Laporan konsultasi program perbaikan gizi menuju pencapaian keluarga sadar gizi. Depkes RI, Jakarta, 2004
45.  Bart Boersma, Jan Maarten Wit. Catch-up Growth. Endocrine Reviews 18 (5): 646-661. http://edrv.endojournals.org/cgi/content/full/18/5/646
46.  Purwaningsih E. Dampak gangguan gizi sejak awal kehamilan dalam terjadinya penyakit di usia dewasa (Studi kajian ilmu gizi dan epidemiologi). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fk-Undip. Semarang, Juni 2007.
47.  Jus’at I, Jahari AB, Achadi EL, Heidi SAP dan Sukirman. Penyimpangan positif Masalah KEP di Jakarta Utara dan Di Pedesaan Kabupaten Bogor-Jawa Barat.  Wydia Karya Pangan dan Gizi VII. Jakarta, LIPI, 2000
48.  Sukirman, Satoto, Thaha R, Sadjiman T, Jahari AB, dkk. Are The Children Growth. Gizi Indonesia. 2002; 26: 1-16
49.  Dewey KD. The Chalenges of Promoting Optimal Infant Growth. J Nutr. 2001; 131:1879-1980
50.  Berckman DS. Early Malnutrition and parasit Infections Reduces Cognitif Ability later In Childhood. John Hopkin University, 2002. http://www.jhsph.edu
51.  MRC Human Nutrition Research,                                                                                                                                                                                                                                                                         www.mrc.hnr.com.ac.uk/research/bone_health/osteoporosis.htm
53.  Black  MM, Krishnakumar A. Predicting Longitudinal Growth Curves and Height and Weight Using Ecological factors for Children With and Without Early Growth Deficiency.  American Society or Nutritional Science, 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar