Rabu, 18 Mei 2011

PENGARUH PEMBERIAN DADIH ( Susu Kerbau Terfermentasi) MELALUI MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP STATUS GIZI, KEJADIAN DIARE DAN ISPA ANAK PENDEK (Stunted) USIA 1-4 TAHUN.



INTISARI

PENGARUH PEMBERIAN DADIH ( Susu Kerbau Terfermentasi) MELALUI  MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP STATUS GIZI, KEJADIAN DIARE DAN ISPA ANAK PENDEK (Stunted) USIA 1-4 TAHUN.

Studi dilakukan di Kenagarian Kototangah, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Pendahuluan
Kejadian gizi kurang (malnutrition) disebabkan oleh interaksi dari  ketidak-cukupan asupan zat gizi dan adanya penyakit infeksi serta faktor lain yang mempengaruhi, seperti keamanan pangan tingkat rumah tangga, perawatan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan dan lingkungan, pendidikan, ekonomi, dan politik. 
Menurut Sukirman sekitar 30% bayi, anak balita, remaja, dewasa dan manula di dunia menderita kurang gizi yang disebabkan oleh karena kurangnya asupan zat gizi makro dan gizi mikro, pada waktu yang sama dunia juga menghadapi masalah gizi lebih. Menurut Goulet (2006) jumlah anak yang kurang gizi di dunia saat ini lebih dari 160 juta dan lebih dari setengahnya (90 juta) berada di Asia Selatan. Menurut Ramalingaswa (1997) prevalensi anak berstatus gizi kurang di Afrika lebih dari 30%. Menurut Hautsvast (2000) ada sebanyak 42% anak pendek dibawah usia 5 tahun di kawasan Sub Sahara Afrika,  dan menurut (Sachdev,1997), angka anak pendek di India dan Banglades lebih tinggi dari negara negara miskin di Sub Sahara, dan Onis M (2004) memproyeksikan prevalensi gizi kurang di dunia akan menurun dari 26,5% pada tahun 1990 menjadi 17,6% pada tahun 2015. Anak yang menderita gizi kurang dengan asumsi akan terganggu pertumbuhannya diperkirakan akan turun dari 163,8 juta pada tahun 1990 menjadi 113,4 juta pada tahun 2015.    Kondisi ini merupakan gambaran besaran masalah gizi pada anak balita di dunia saat ini, yang secara langsung berdampak terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan anak dimasa datang.
Keadaan gizi seseorang didefinisikan sebagai ekspresi atau hasil akhir keseimbangan antara masukan dan keluaran energi serta zat gizi dalam kurun waktu tertentu oleh suatu organisme termasuk manusia. Keseimbangan ini dipengaruhi oleh determinan biologis terutama infeksi, penyakit parasit dan kelainan psikologik. Anak anak yang kekurangan makan akan nampak kurus (wasting) dan bila berlangsung cukup lama (kronik) mereka akan tumbuh sebagai anak yang relatif pendek/cebol (molting) dibanding dengan teman sebaya yang tidak mengalami kekurangan pangan. Anak yang kurus bila diberi makan dengan cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas akan menjadi baik kembali (catch-up growth). Pengurusan merupakan gambaran kekurangan gizi yang bersifat akut. Gangguan pertumbuhan linier (melambatnya pertambahan dalam tinggi badan) merupakan akibat kekurangan gizi yang bersifat kronik. Hasil studi di Indramayu (2007) menemukan 66,1% bayi usia 4-7 bulan telah menderita anemia dan 47,9% menderita kekurangan seng.
Kegagalan  pertumbuhan pada umumnya sudah terjadi pada tahun pertama kehidupan seorang anak dan hal ini erat kaitannya dengan kekurangan konsumsi zat gizi mikro dan adanya penyakit infeksi, kegagagalan pertumbuhan yang terjadi setelah tahun kedua, membutuhkan suatu intervensi yang sesuai dan efektif untuk mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.  Stunted ( pertambahan tinggi badan anak  tidak sesuai dengan umur, sehingga anak tidak mencapai garis pertumbuhan normal) sudah mulai terjadi sejak anak berumur 3 bulan, prosesnya berlangsung secara perlahan hingga anak berumur 3 tahun.  Stunted disebabkan oleh karena kekurangan gizi kronik pada 2 tahun pertama kehidupan anak, serta rendahnya kondisi kesehatan tulang, serta tidak cukupnya konsumsi makanan atau karena rendahnya kemampuan tubuh untuk mengabsorpsi energi, protein dan mikronutrien. Faktor Genetik seperti  bentuk tinggi dan berat orang tua merupakan cetak biru pertumbuhan anak berikutnya, disamping faktor lain seperti jenis kelamin, umur, pertumbuhan awal dan kesehatan.) Semua temuan ini disamping menggambarkan besaran masalah gizi kurang, juga memperkuat pendapat yang menyatakan kejadian kurang gizi sudah terjadi sejak usia dini yang akan berdampak terhadap terganggunya pertumbuhan anak pada masa berikutnya. Tingginya angka anak pendek (stunted) merupakan indikasi besarnya masalah kesehatan di masyarakat, karena berkaitan erat dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas, hambatan pertumbuhan, hambatan perkembangan motorik dan mental serta penurunan kemampuan fisik anak. Beberapa temuan tentang angka anak pendek di Indonesia antara lain, 40%  anak sekolah di Yogyakarta (1998) masuk kriteria pendek. Ditemukan 28,5% anak balita pendek di Sumatera Barat tahun 2002, dan telah turun menjadi 27,1% pada tahun 2004. Mercy Corps (2005) menemukan sekitar 30-35% balita di Indonesia pendek dan 30% diantaranya ada di Sumatera Barat, lebih rendah dari Bengkulu (32%), Riau (35%) dan Lampung (44%). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menemukan  38,8% anak balita pendek di Indonesia dan di Sumatera Barat ada 36,5%.  Richard Semba (2008) menemukan anak pendek di Indonesia sebanyak 33,2%, angka ini lebih rendah dari Bangladesh ( 50%), sedikit lebih rendah dari Mali (36%) dan lebih tinggi dari Sri Langka 13,5%.  Siti Nuryati  (2009) menemukan 37% dan data dari Dirjen Binkesmas Depkes (2009) mencapai 36,7%.  Data dari Puskesmas Pekan Kamis Kabupaten Agam tahun 2006 menunjukkan anak balita pendek mencapai 11,34%. Dengan demikian temuan angka anak pendek tersebut berkisar antara 10-40%.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap status gizi anak antara lain: Secara umum kejadian gizi kurang disebabkan oleh karena tidak cukupnya asupan zat gizi sehari, serta kondisi keluarga yang miskin, kurangnya konsumsi makanan dan defisiensi zat gizi mikro, penyakit infeksi, pola pemberian PASI yang terlalu dini dan perawatan kesehatan anak, BBLR, kemiskinan akibat krisis ekonomi, politik dan sosial.  Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasa (>= 3 kali sehari) dan umumnya berlangsung kurang dari 14 hari.   Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita ditambah dengan beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan risiko terjadinya diare antara lain adalah  tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan anak, menggunakan botol susu yang tidak bersih, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan setelah buang air besar serta tidak membuang tinja dengan benar disamping karena kurang gizi.  ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyebab utama kematian dibawah usia 5 tahun diberbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Etiologi bakteri penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus, borndetela dan korinebackterium, sedangkan virus penyebabnya antara lain golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernafasan adalah organ tubuh semenjak dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Secara  anatomis, ISPA mencakup saluran pernafasan bagian bawah termasuk jaringan paru dan jaringan adneksanya, dengan demikian jaringan paru termasuk saluran pernafasan (respiratory track). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari dan kronis lebih dari 14 hari.
Dadih yang ada di Sumatera Barat dibuat dari fermentasi alami susu kerbau dibuat berdasarkan industri skala rumah tangga serta dijual secara umum di pekan-pekan, warung dan restoran sebagai salah satu makanan tradisional yang sejak lama sudah menjadi makanan sehari hari bagi masyarakat di Sumatera Barat, terutama untuk kelompok orang dewasa karena dipercaya dapat meningkat stamina tubuh. Susu kerbau yang baru diperah kemudian di saring dan langsung dimasukkan kedalam tabung bambu yang baru dipotong tanpa di beri bumbu atau zat lain. Bagian permukaan tabung bambu di tutup dengan daun pisang dan dibiarkan selama 2-3 hari sampai membeku. Pembekuan ini disebabkan oleh karena penurunan pH sebagai akibat proses fermentasi, sehingga rasa dadih menjadi asam karena terbentuknya asam laktat. Dadih berwarna putih dan tekstur hampir seperti tahu, bisa dipotong dan dimakan pakai sendok.
Fermentasi susu kerbau merupakan salah satu cara pengawetan dan penganeka ragaman pangan yang telah dilakukan sejak lama, memiliki keunggulan karena mengandung zat gizi yang lebih baik dibanding susu tanpa fermentasi.  Beberapa keuntungan dadih antara lain adalah mudah di serap karena adanya mikroba pemecah protein yang menyebabkan berubahnya ikatan polipeptida protein menjadi asam amino yang dapat langsung diserap usus halus, dapat dikonsumsi oleh orang yang tidak tahan terhadap laktosa (lactose intolerance). Lactose Intolerance disebabkan karena tidak cukupnya jumlah enzim laktase yang dibutuhkan untuk mencernakan laktosa (milk sugar lactose)   yang ditandai dengan tanda-tanda seperti mual-mual, kejang-kejang, gembung, buang angin dan diare.   Aktifitas enzim menyebabkan laktosa susu di rombak menjadi asam laktat, sehingga dapat meningkatkan nilai gizi susu. Bakteri lactobacillus yang aktif dalam proses fermentasi dapat menghasilkan vitamin B12  dan terbentuknya asam laktat yang menyebabkan mikroba patogen mati.
Mengacu kepada besaran angka anak pendek seperti yang di uraikan diatas,  maka masalah gizi kurang di Sumatera Barat bukanlah masalah kecil namun tetap dapat ditanggulangi, salah satu diantaranya adalah dengan memberikan dadih, makanan lokal yang bergizi tinggi, melalui pemberian makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak gizi kurang.
Dadih merupakan suatu makanan khas Sumatera Barat yang dapat ditemukan di beberapa tempat antara lain di Kecamatan IV Koto dan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam,  sementara ini dadih hanya dikonsumsi oleh orang dewasa. Dadih asal Bukittinggi Sumatera Barat terbuat dari fermentasi alamiah susu kerbau yang mengandung Bakteri Asam Laktat (BAL) 108 CFU/ml bersifat probiotik, dengan berbagai fungsi terapeutik antara lain memperbaiki keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan dan mampu memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Selain itu probiotik merupakan bahan yang juga berpotensi untuk menurunkan  kasus penyakit diare  dan ISPA.   Berdasarkan uraian terdahulu maka muncul suatu keinginan untuk mengetahui dampak pemberian dadih melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terhadap peningkatan status gizi, penurunan kejadian dan ISPA, pada anak balita pendek usia 1-4 tahun, di Jorong Kenagarian Kototangah, Wilayah kerja Puskesmas Pekan Kamis, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Metode
Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan equivalen pre-post test group design, yang melibatkan 85 orang anak balita pendek menurut umur yang mempunyai usia 1-4 tahun. Mereka dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kelompok perlakuan yang diberi tambahan dadih melalui  PMT dan kelompok yang mendapat PMT saja, yang diberikan tiap hari selama 90 hari. PMT terbuat dari bahan lokal mengandung ± 200 Kkal dan 5-6 gram protein. Pengukuran variabel ( BB, TB dan asupan zar gizi) dilakukan beberapa kali yaitu  di awal pelaksanaan penelitian, akhir bulan pertama, tengah dan akhir bulan kedua serta akhir bulan ke tiga, sedangkan pengamatan kejadian diare serta ISPA serta jumlah PMT yang dikonsumsi dilakukan tiap hari. Asupan gizi di nilai dengan 2 hari food recall pada awal dan ahir perlakuan, diikuti dengan food frequency questionaire.

Hasil
Secara umum  keluarga subjek kelompok perlakuan dan kontrol mempunyai karakteristik yang kurang lebih sama (Tabel-1) yakni pada umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak dan tingkat ekonomi ibu-bapak, pemanfaatan posyandu dan kejadian penyakit (diare, batuk, demam dan pilek) yang dialami subjek pada awal penelitian dilakukan. Setelah dilakukan pemberian dadih melalui PMT selama 90 hari diketahui bahwa terjadi penurunan angka kejadian diare (perubahan bentuk dan frekuensi BAB), kejadian ISPA (batuk, pilek dan demam) yang cukup besar antara sebelum dan sesudah pelaksanaan penelitian, baik di kelompok kontrol maupun di kelompok perlakuan. 

Tabel 1. Karakteristik latar belakang subjek menurut kelompok
Parameter
Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol
p
Rerata ± SB
Rerata ± SB
Umur Bapak (tahun)
35,1 ± 6,02
37,7 ± 7,23
0,133 1)
Umur Ibu (tahun)
32,0 ± 5,92
32,6 ± 5,72
0,655 2)
% Pengeluaran  untuk pangan terhadap total pengeluaran
79,9 ± 65,06
67,5 ± 29,94
0,434 1)
Jumlah anggota keluarga
4,0 (3-12)
4,0 (3-8)
0,960 1)
Berat lahir (g)
3081,8 ± 412,75
3041,5 ± 544,51
0,965 1)
Panjang lahir (sentimeter)
48,9 ± 3,21
47,3 ± 4,80
0,057 1)
Anak ke
2,0 (1-8)
2,0 (1-6)
0,702 1)

Setelah dilakukan pemberian makanan tambahan, maka asupan energi (%TKE) dan protein (%TKP) subjek sudah berada di atas 100%. Terdapat perbedaan bermakna asupan energi awal dan akhir kelompok perlakuan maupun klompok kontrol, namun asupan protein, hanya terdapat perbedaan bermakna antara awal dan akhir di kelompok perlakuan saja, tidak padakelompok kontrol (Tabel 2)  

Tabel 2. Nilai % TKE dan % TKP kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menurut waktu pengukuran dan kelompok penelitian
Variabel
awal
akhir
p

Rerata ± SB
Rerata ± SB

TKE (%)
Kelompok Perlakuan
106,1 ± 22,25
123,3 ± 23,34
0,000   **1)

Kelompok Kontrol
110,2 ± 21,82
134,5 ± 24,83
0,000   **1)

p
0,393 3)
0,034*  3)






TKP (%)
Kelompok Perlakuan
110,2 ± 38,34
123,3 ± 36,84
0,000   **2)

Kelompok Kontrol
112,1 ± 29,79
120,7 ± 29,95
0,102      1)

p
0, 023*  4)
0,909 4)


Pada akhir penelitian, terdapat perbedaan bermakna nilai skor-z TB/U maupun BB/TB subjek kelompok perlakuan, namun tidak terjadi pada kelompok kontrol (Tabel 3)

Tabel 3. Uji nilai zkor-z TB/U dan BB/TB  kelompok perlakuan dan kelompok kontrol anak umur 1-4 tahun menurut waktu pengukuran
Variabel
Kelompok
Awal
Akhir

Rerata ± SB
Rerata ± SB
Skor-z TB/U
Perlakuan
-2,269 ± 0,57
-1,665 ±0,55
0,000** 2)

Kontrol
-2,318 ± 0,45
-2,295 ±0,48
0,466    2)

p
0,944 4)
0,000 4)

Skor-z BB/TB
Perlakuan
-0,185 ± 0,90
-0,740 ±0,81
0,000 ** 1)

Kontrol
-0,344 ± 1,20
-0,247 ± 0,99
0,576    1)

p
0,755 3)
0,023 3)


Tabel 4, menunjukkan beberapa perbedaan nilai (Δ) antara kelompok perlakuan dan kontrol di akhir pelaksanaan penelitian. Terdapat perbedaan bermakna nilai (Δ) asupan protein antara kelompok perlakuan dan kontrol namun tidak terjadi pada asupan energi. Tidak terdapat perbedaan kejadian (Δ) Ispa dan (Δ) Diare di kedua kelompok penelitian. Terdapat perbedaan bermakna nilai (Δ) skor-z BB/TB dan nilai (Δ) skor-z TB/U anytara kelompok perlakuan dan kontrol di akhir penelitian.
Peningkatan tinggi yang lebih baik pada kelompk perlakuan, tidak diikuti  dengan peningkatan berat badan yang setara, mungkin dapat dijelaskan bahwa bahwa sebelum penelitian, mereka memang telah mengalami defisit dalam asupan energi dan protein. Kejadian diare dan Ispa menurun di kedua kelompok, namun penurunan di kelompok perlakuan lebih baik daripada di kelompok kontrol.

Tabel 4. Rerata Perubahan Nilai (Δ) Variabel  di akhir Penelitian antara kelompok perlakuan dan  kelompok control.
Parameter (Δ )
Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol

p

Rerata ± SB
Rerata ± SB
TKE (%) 2)
17,2 ± 27,32
23,6 ± 24,34
0,217
TKP (%) 1)
23,1 ± 44,06
8,6 ± 34,12
0,043 *
Kejadian ISPA 2)
0,7 ± 0,76
1,00 ± 0,75
0,241
Perubahan BAB 2)
0,8 ± 1,62
1,25 ± 2,04
0,055
Skor-z TB/U 2)
0,6 ± 0,21
0,02 ± 0,19
0,000 **
Skor z BB/TB 2)
-0,6 ± 0,48
0,06 ± 0,682
0,000 **

Dengan demikian diperlukan ekstra asupan energi dan protein (jauh diatas AKG) untuk dapat mengejar keterlambatan pertumbuhan mereka, baik dari sudut tinggi badan maupun berat badan. Suplemen yang diberikan baru mampu membawa TKE dan TKP subjek menjadi sedikit diatas 100%. Adanya probiotik dalam dadih,  dapat memperbaiki permukaan saluran pencernaan serta meningkatkan immunitas tubuh subjek, sehingga asupan zat gizi dapat di absorbsi lebih optimal pada kelompok perlakuan di banding kelompok kontrol.
Uji Ancova yang dilakukan terhadap nilai perubahan (Δ) skor-z BB/TB dan TB/U kelompok perlakuan dan kontrol di akhir penelitian, menunjukkan bahwa nilai perubahan (Δ) skor-z BB/TB dipengaruhi secara bersama antara pemberian dadih, berat lahir dan kejadian ISPA. Perubahan nilai skor-z TB/U secara bersama sama dipengaruhi oleh pemberian dadih, berat lahir, urutan anak serta asupan protein awal. Beberapa variabel yang semula diduga akan memberi pangaruh yaitu variabel tingkat ekonomi dan jumlah anggota keluarga, ternyata tidak terbukti.

Simpulan dan Saran
Pemberian dadih melalui PMT ( 200 Kkal dan 5-7 gram protein per porsi)  yang mengandung BAL antara 1,3 s/d 1,7 x 107 CFU/Gram sebanyak 6,75 gram/hari selama 3 bulan terbukti memberi dampak lebih baik terhadap perubahan status gizi anak pendek umur 1-4 tahun berdasar nilai skor-z TB/U dibandingkan dengan kelompok tanpa dadih. Namun demikian PMT saja memberikan dampak yang lebih baik pada perubahan parameter BB/TB pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Kelompok yang menerima dadih mengalami penurunan kejadian ISPA dan diare yang lebih baik dibanding dengan kelompok tanpa dadih.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan perlunya dadih mulai diperkenalkan atau diberikan pada anak anak pada masyarakat dimana dadih sudah di produksi dan di konsumsi orang dewasa. Penelitian lebih lanjut perlu dilaksanakan untuk melihat perbedaan status mikronutrien lain seperti vitamin A, besi serta seng, pada pertumbuhan anak pendek yang mendapat PMT baik dengan dadih maupun tanpa dadih.

Kepustakaan:

Alan F. Meyers; Robert J. Karp. Poverty, Food Insecurity, and Obesity in Children. 2006;118;2265a-2266 Pediatrics.  http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/118/5/2265a

Arasj F, Agus Z,  Amos J, Halim B. Laporan penelitian  Pemantauan Status Gizi Balita Sumatera Barat Tahun 2004. Padang  2004

Arasj F, Usman, Mourbas I, Kesmiyetti, Zulkifli. Laporan penelitian Prevalensi Status Gizi Balita Sumatera Barat Tahun 2002.  Padang  2002


Atmarita. Nutrition Problems In Indonesia. The Article for An Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases. Gajah Mada University, 19 – 20 March, 2005.

Azrul Azwar. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan Masa Datang. Jakarta. 2004. Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 27 September 2004

Berckman, DS. Early Malnutrition and parasit Infections Reduces Cognitif Ability later In Childhood. John Hopkin University, 2002. http:www.jhsph.edu.

Black  MM, Ambika Krishnakumar . Predicting Longitudinal Growth Curves and Height and Weight Using Ecological factors for Children With and Without Early Growth Deficiency.  American Society or Nutritional Science, 1999.

Daniel Maxwell, Carol Levin, Margaret Armar-Klemesu, Marie Ruel, Saul Morris, And Clement Ahiadeke.  Urban livelihoods and Food and nutrition security In greater accra, Ghana. Research report 112 april 2000. International Food Policy Research Institute 2033 k Street, NW. Washington, DC. 20006-1002. http://www.ifpri.org

Data Laporan Penimbangan Masal anak balita melalui PIN di Puskesmas Pekan Kamis, Maret 2006

Departemen Komunikasi dan Informatika.  36,7 Persen Balita di Indonesia Alami Stunting atau Pendek. Kominfo Newsroom, Badan Informasi Publik. 2005. unduh 26 desember 2009

Departement of Cencus and Statistics Sri lanka. Nutritional Status of Pre School Children In Sri Langka. 2000

Depkes RI.  Rencana Aksi Pangan Dan Gizi. Jakarta. 2000
Depkes RI. Direktorat Jendral PPM dan PL. Keputusan Menkes RI No 1212/Menkes/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta 2002

Depkes RI. Status Gizi Nasional, Riset Kesehatan Dasar 2007. www.gizi.net/ unduh 26 desember 2009

Dewey, KD. The Chalenges of Promoting Optimal Infant Growth. J Nutr. 131:1879-1980, 2001

Dinas Peternakan Sumatera Barat. Pengolahan Dadih Sebagai Makanan Probiotik Spesifik Sumatera Barat. http://www.disnakSumatera Barat.org  unduh: 11 August, 2008, 17:18.

Dinas peternakan Sumatera Barat. Profil Hasil Peternakan Sumatera Barat, Padang. 2003

Hautsvast ,JLA, Jules JL Tolboom, Emmanuel MK, Rosemary MM, Victor M. et all. Severe Linier Growth Retardation in Rural Zambian Children: The Influence of Biological  Variables.  Am J Clin Nutr 2000, 71:550-59.  doenloaded October 5, 2006.

Health and Nutrition Properties of Probiotik in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Report of a Joint FAO/WHO Expert Consultation.. In Probiotik in food Health and nutritional properties and guidelines for evaluation. WHO, FAO-UN, Roma, 2006

Ingrid S Surono. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI, Yakarta. 2004

James T, Valery K, Wise V, Staatz J, LINACS Reasearch team. Linkages Between Child Nutrition and Agricultureal in Mali. Polecy Synthesis, 2003 (4)64

Laude  M. Assessment of Nutritional Status, Cognitive development and Mother-Child Interaction in Central America Refugee Childreen.  Am. J. Public Health 1999; 6(3)

Marni H. Pertumbuhan Linier Anak Sekolah Dasar Yang Stunted dan Tidak Stunted  Serta Faktor Yang Mempengaruhinya di Kota Yogyakarta. Program Studi IKM. Program Pascasarjana, Universitas Gajahmada. Yogyakarta, 2003. (Thesis). unduh 26 desember 2009.

Mercy Corps. Baseline Assessment Results. Sumatra Healthy Schools Program (SHSP) in Indonesia. 2005.

Milk Allergy or Lactose Intolerance in Adults. Calgary Health Region.  http://www.calgaryhealthregion.ca/


MRC Human Nutrition Research,                                                                                                www.mrc.hnr.com.ac.uk/research/bone_health/osteoporosis.htm

N. Vendt, H. Grunberg, T. Tuure, O. Malminiemi, E. Wuolijoki, V. Tillmann, E. Sepp and R. Korpela. Growth during the first 6 months of life in infants using formula enriched with Lactobacillus rhamnosus GG: double-blind, randomized trial.    J Hum Nutr Dietet, 2006:(19)

Notoatmodjo S. Pengantar ilmu perilaku kesehatan, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat. FKM-UI, Jakarta  1985; 26.

Nur Anas Zaidan, Yusrizal Samsuddin, Anwar Ibrahim, dkk.  Makanan, wujud, variasi dan fungsi serta cara penyajiannya di daerah sumatera barat.  Depdiknas, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi  Kebudayaan daerah. Padang, 1984/1985

Oliver Goulet, Emanuel Lebenthal, David Branski et all. Nutritional Solution to Major Health Problem of Preschool Children: How To Optimise Growth and Deveopment.  Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 2006; 43:S1-S3

Onis M, Monica B, Elaine B, et all. Estimates of Global Prevalence of Childhood Underweight in 1990 and 2015. JAMA, Juni 2 2004; (2) 291

Pengertian ISPA dan Pneomonia. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan akut untuk Penanggulangan Pneomonia pada balita. Depkes RI. http://www.halalguide.info/content/view/396/734/

Pengolahan dadih sebagai makanan probiotik spesifik sumatera. barat. http://www.disnakSumatera Barat.org  unduh: 11 August, 2008

Purwaningsih E. Dampak gangguan gizi sejak awal kehamilan dalam terjadinya penyakit di usia dewasa (Studi kajian ilmu gizi dan epidemiologi). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fk-Undip. Semarang, Juni 2007; 18-19

Ramalingaswami, V . U Jonsson, J Rohde. Malnutrition: A South Asian Enigma, in Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia  tahun 1997; 11-22

Rasmalah. Infeksi saluran nafas akut (ISPA) dan penanggulangannya. FKM-USU, 2004

Roy SK. Complementary Feeding in South Asia. In Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia  tahun 1997; 51-73


Sachdev. HPS.  Low Birth Weight in South Asia. In Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia  tahun 1997; 23-50

Satoto, Yulvita, Atmarita, Abas basuni. Laporan konsultasi program perbaikan gizi menuju pencapaian keluarga sadar gizi , Depkes, 2004

Schmid MK, Muslimatun S, West CE, Schultink WS, Gross R,  Hautsvast JGAJ. Nutritional Status and Linier Growth of Infant in West Java Are Determinant More by Prenatal Environment Than by Postnatal Factors. J.Nutr. 2002;132:2202-207.

Semba R, Pee SD, Kai Sun, Sari M, Akhter  N, Bloem M W. Effect of Parental Formal Education on Risk of Child Anak pendek in Indonesia and Bangladesh: a Cross-sectional study. The Lancet. 2008; (371):322-328.

Siti Fatimah Muis. Keadaan Gizi Kelompok Rawan, Tinjauan sebelum dan selama masa kiris. Pidato pengukuhan Guru Besar Madya dalam Ilmu Gizi pada Fakultas Kedoketeran Undip Semarang, 3  Februari 2001

Siti Nuryati. 37 Persen anak Indonesia Kerdil. Pascasarjana Gizi masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. unduh 26 desember 2009.

Sukirman dan Latham.  Gizi Indonesia, 1993; (18) 1 / 2; 29-44

Sukirman, Satoto, Thaha R, Sadjiman T, Jahari AB, Jus’at I dan Schoffelen E. Are The Children Growth. Gizi Indonesia 2002, 26: 1-16

Sukirman. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro di Indonesia. www.gizi.net

Sulistomo. Diare, penyakit perut pada balita. http://www.sulistomo.com   Unduh 16 agustus 2008.

Surono IS. The effect of freezing methods on viability alpha galactosidase activity and binding property towards Trp-P1 of dadih lactic bacteria. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 2003;(8) 1

The Epidemiologiy of acute respiratory infections in children and adults. A Global perspective. Epidemiol.rev, 1990; 12:149-78. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Tina Shangvi.  Nutrition Essentsial. WHO, 1999  www.basic.org
Ujang S, Dadang S. Analisis Ketahanan pangan keluarga dan Kesejahtreraan keluarga, dalam Media gizi dan Keluarga, 1998 : (22) 1: 31-38

Uniceff. Malnutrition in South Asia, A Regional Profile. Uniceff Regional Office For South Asia. 1997, p 1-9

Widodo, Soeparno, Wahyuni E. Bioenkapsulasi Probiotik ( L Casei) dengan Pollard dan Tepung Terigu serta Pengaruhnya Terhadap Viabilitas dan LajuPengasaman. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 2003; (14) 2: 98

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar